Gen Z BINUS dan Dorongan untuk Berwirausaha
Masyolan.com - Gen Z yang saat ini mendominasi bangku kuliah, termasuk di BINUS University, menunjukkan ketertarikan tinggi terhadap dunia wirausaha. Berbeda dengan generasi sebelumnya, mereka tidak lagi terpaku pada pekerjaan kantoran dengan jam kerja tetap. Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak mahasiswa BINUS yang mencoba membangun usaha sejak duduk di semester awal. Mereka tidak hanya melihat wirausaha sebagai sumber penghasilan, tetapi juga sebagai ruang ekspresi diri dan sarana menciptakan perubahan.
Sebagai dosen di program Creativepreneurship BINUS Bandung, saya menyaksikan langsung bagaimana mahasiswa usia 19–22 tahun membangun usaha berbasis teknologi, seperti menjual produk perawatan kulit organik lewat TikTok Shop, menawarkan jasa desain grafis via Instagram, atau bahkan membangun aplikasi pencatat keuangan harian untuk pelajar. Ini mencerminkan betapa tingginya antusias Gen Z terhadap peluang bisnis di era digital—aurafemi.com.
Salah satu mahasiswa, Dita (22), memulai bisnis masker wajah berbahan herbal lokal yang dikemas dengan branding estetik khas Gen Z. Ia memaksimalkan pemasaran di TikTok dengan konten edukatif. Hasilnya, dalam enam bulan, ia sudah memiliki 8 reseller tetap dan omzet bulanan sebesar Rp15 juta.
Tantangan Bisnis Digital di Usia Muda
Meski terdengar menjanjikan, memulai bisnis digital di usia muda bukan tanpa hambatan. Pengalaman saya membimbing para mahasiswa ini menunjukkan bahwa beberapa tantangan mendasar sering dihadapi oleh mereka:
-
Minimnya pengalaman manajerial
Banyak dari mereka masih belum memahami bagaimana mengelola arus kas, menghitung margin keuntungan, atau menyusun laporan keuangan sederhana. Mereka juga sering kebingungan membagi waktu antara kuliah dan bisnis, yang akhirnya berdampak pada kedua sisi. -
Modal terbatas
Sebagian besar pelaku usaha Gen Z ini memulai bisnis dari uang jajan atau tabungan pribadi. Sulitnya akses terhadap kredit usaha atau investor membuat mereka harus sangat kreatif dalam memanfaatkan sumber daya yang minim. -
Overload teknologi
Meski akrab dengan media sosial, mereka sering terjebak dalam tren digital yang cepat berubah. Banyak yang belum memahami pentingnya brand consistency, riset pasar digital, dan segmentasi audiens yang tepat.
Namun demikian, semua tantangan itu menjadi batu loncatan yang membentuk pola pikir adaptif. Mereka belajar langsung dari kegagalan, mengevaluasi kesalahan, dan bergerak lebih cepat dibandingkan generasi sebelumnya.
Kekuatan Gen Z: Kreativitas dan Keberanian Ambil Risiko
Gen Z dikenal sangat visual dan digital-native. Mereka terbiasa menyampaikan ide melalui video pendek, infografis, atau thread informatif di X (sebelumnya Twitter). Gaya komunikasi ini tidak hanya efektif dalam kehidupan sosial, tetapi juga dalam membangun hubungan dengan konsumen.
Hal menarik yang saya temukan adalah keberanian mereka dalam mengambil risiko. Banyak mahasiswa berani mencoba berbagai model bisnis dalam waktu singkat. Misalnya, Aldi (21) memulai usaha dropship, lalu pivot ke clothing line komunitas berbasis desain AI, dan kini menjual template digital untuk creator pemula. Ini menunjukkan bahwa Gen Z tak takut gagal, karena mereka melihat kegagalan sebagai proses belajar, bukan akhir dari segalanya.
Menurut riset McKinsey & Company tahun 2022, Gen Z lebih menyukai sistem kerja fleksibel dan otonomi dalam pengambilan keputusan. Ini membuat mereka lebih tertarik mengembangkan usaha sendiri daripada bekerja di perusahaan besar. Fenomena ini sejalan dengan antusias Gen Z terhadap peluang bisnis di era digital, yang terus meningkat seiring dengan berkembangnya ekosistem e-commerce dan digital payment.
Peran Kampus dalam Menumbuhkan Jiwa Wirausaha
Sebagai institusi pendidikan, BINUS University memiliki peran krusial dalam menumbuhkan jiwa wirausaha di kalangan mahasiswa. Melalui program Creativepreneurship yang terintegrasi dalam kurikulum, mahasiswa tidak hanya dibekali teori bisnis, tapi juga praktek langsung seperti:
-
Simulasi pembuatan business plan dan pitching
-
Program inkubasi dan mentoring dengan pelaku industri
-
Kolaborasi lintas jurusan dalam proyek bisnis nyata
-
Kunjungan industri dan studi pasar digital
Di semester kelima, mahasiswa sudah diminta mengembangkan proyek bisnis individu atau kelompok yang dikurasi langsung oleh dosen pembimbing dan pelaku usaha profesional. Proyek ini tidak sekadar tugas akademik, tetapi banyak yang berkembang menjadi usaha sungguhan setelah dinyatakan lulus.
Mendorong Kepercayaan Lewat Validasi Eksternal
Untuk membangun trustworthiness, mahasiswa juga dilatih menyusun branding yang kuat dan konsisten, serta memahami pentingnya testimoni dan ulasan pelanggan. Salah satu tugas mereka adalah membuat sistem feedback digital di marketplace dan media sosial mereka.
Sebagai tambahan, kolaborasi dengan UMKM lokal dan pelibatan komunitas juga menjadi strategi ampuh untuk memperluas jangkauan pasar sekaligus membangun kepercayaan sosial. Program kolaborasi ini didukung penuh oleh Creativepreneurship BINUS, yang bekerja sama dengan lebih dari 30 mitra UMKM di Bandung Raya.
Gen Z sebagai Agen Perubahan Bisnis Digital Indonesia
Fenomena munculnya bisnis mikro skala mahasiswa menunjukkan bahwa Gen Z tidak sekadar ingin sukses secara finansial, tetapi juga ingin menciptakan dampak. Banyak dari mereka yang mengusung misi sosial, seperti produk ramah lingkungan, inklusi digital bagi kelompok rentan, atau pengembangan produk lokal.
Ke depannya, generasi ini sangat berpotensi menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi digital Indonesia, khususnya di sektor informal dan ekonomi kreatif. Dengan bimbingan yang tepat, akses pada teknologi yang relevan, dan ruang untuk bereksperimen, Gen Z bisa membentuk ekosistem bisnis yang lebih dinamis, berkelanjutan, dan inklusif.